Selasa, 29 Mei 2012

TUGAS IFU


PROFIL BAKUSURTANAL

Sejarah

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, terdapat banyak jawatan pengukuran, yang kemudian dijadikan satu badan, disebut dengan Permante Kaarterings-Commissie (Komisi Tetap untuk Pemetaan), pada tahun 1938.
Kenyataannya, badan tersebut tidak dapat memenuhi harapan semula. Melalui Gouvernements Besluit van 17 January 1948 (Keputusan Pemerintah No. 3 tanggal 17 Januari 1948), komisi itu dibubarkan dan dibentuk Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezen in Nederlands Indies (Dewan dan Direktorium untuk Pengukuran dan Pemetaan Hindia Belanda). 
Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, pemerintah membubarkan Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezwn (Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 1951), selanjutnya membentuk Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Badan ini memiliki pola organisasi yang sama seperti bentukan Hindia Belanda. Dewan bertugas membuat kebijakan dan pengambilan keputusan, sedangkan pelaksananya adalah Direktorium. 
Di lain pihak, dibentuk pula Panitia ‘Pembuatan Atlas Sumber-sumber Kemakmuran Indonesia’, dengan tugas menunjang rencana pembangunan nasional. Panitia ini berada di bawah Biro Ekonomi dan Keuangan - Menteri Pertama. Pada tahun 1964, status Panitia Atlas ditingkatkan menjadi Badan Atlas Nasional (Batnas), berdasarkan Keputusan Kabinet Kerja No. Aa/D57/1964, yang ditandatangani oleh Wakil Perdana Menteri II, Ir. Chaerul Saleh.
Kinerja Dewan dan Direktorium dinilai Presiden Soekarno, lamban dan koordinasinya tidak berfungsi, hingga akhirnya dibubarkan dan dibentuk organisasi berbentuk komando, yaitu Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) serta Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal), melalui Keppres No. 263 tahun 1965 tanggal 2 September 1965. 
Hingga peristiwa G-30-S/PKI 1965, Desurtanal dan Kosurtanal belum bekerja sebagaimana mestinya. Maka secara khusus untuk survei dan pemetaan nasional dibentuk organisasi baru yang disebut BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). 
BAKOSURTANAL dibentuk berdasar Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969 (diperingati sebagai ulang tahun BAKOSURTANAL). 
Pertimbangan pembentukan BAKOSURTANAL, yaitu: 
  1. Perlu adanya koordinasi dalam kegiatan dan pelaksanaan tugas surta (survei dan pemetaan) sehingga dapat tercapai adanya effisiensi serta penghematan pengeluaran keuangan negara; 
  2. Terkait dengan itu, dalam rangka penertiban aparatur pemerintahan, dipandang perlu untuk meninjau kembali kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan surta untuk dipersatukan dalam suatu badan koordinasi surta nasional.
Dengan dibentuknya BAKOSURTANAL maka badan-badan yang masih ada seperti Desurtanal serta Badan Atlas Nasional dibubarkan dan fungsi-fungsi kedua badan tersebut ditampung BAKOSURTANAL.
Hingga kini BAKOSURTANAL telah dipimpin oleh 5 kepala (dulu ketua), yaitu : Ir. Pranoto Asmoro (1969-1984), Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc. (1984-1993), Dr. Ir. Paul Suharto (1993-1999), Prof. Dr. Ir. Joenil Kahar (1999-2002),  Ir. Rudolf Wennemar Matindas, M.Sc. (2002-2010), dan Dr. Asep Karsidi, M.Sc. (2010-sekarang). 
Di antara masa itu, badan koordinasi ini pernah berkantor di beberapa tempat berbeda. Pada awalnya di Jalan Wahidin Sudirohusodo I/11, dan Jalan Merdeka Selatan No. 11, pernah pula di Gondangdia, dan terakhir (hingga sekarang) di Kompleks Cibinong Science Center.

Visi:
"Data dan informasi geospasial terintegrasi secara nasional dan mudah diakses 2025"
Misi:
  1. Mewujudkan penyelenggaraan informasi geospasial yang tersandar;
  2. Membangun data dan informasi geospsial dasar dan informasi geospasial tematik sesuai kebutuhan nasional yang dapat dipertanggungjawabkan serta mudah diakses;
  3. Mewujudkan jaringan informasi geospasial antar simpul jaringan yang andal; dan
  4. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, kualitas penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan data dan informasi geospasial.


Tugas:
BAKOSURTANAL mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Fungsi:
  1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang survei dan pemetaan;
  2. pembangunan infrastruktur data spasial nasional;
  3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BAKOSURTANAL;
  4. pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang survei dan pemetaan nasional;
  5. pelaksanaan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.




Ujicoba Keterbacaan Peta Taktual (Peta Raba) Sumberdaya Alam

Medan, 14 Mei 2012 telah diawali kegiatan ujicoba keterbacaan peta taktual (peta raba) sumberdaya alam di di SLB Yapentra dan Karyamurni, Medan Sumatera Utara.  Hadir dalam ujicoba tersebut adalah Inspektur BAKOSURTANAL, Ajum Muhtar, Tim Teknis BAKOSURTANAL, dan Tim Teknis Resource Centre Pendidikan Inklusif Yogyakarta.

Peta yang diujicobakan adalah Draft Peta Taktual Sumberdaya Alam Abiotik fokus hasil tambang, yang telah diselesaikan pada pertengahan April 2012. Ujicoba keterbacaan dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan siswa dan guru tunanetra memahami sumberdaya alam di Indonesia. Pelaksanaan ujicoba dilakukan selama 3 hari mulai tanggal 14, 15, 16 Mei 2012 diikuti oleh 34 peserta terdiri dari siswa SMP, SMA, SMK, dan guru tunanetra. Para peserta cukup antusias membaca peta dengan cara meraba peta taktual tiga dimensi plus huruf braille. Bagi mereka, pengetahuan ini sangat berharga karena dapat meningkatkan pemahaman wawasan nusantara dan menambah rasa cinta tanah air. Dalam membuat peta taktual sumberdaya alam abiotik  ini, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional bekerja sama dengan Fakultas Geografi UGM, Resource Centre Pendidikan Inklusif Provinsi DI Yogyakarta, dan Yayasan Dria Manunggal Yogyakarta.

Dalam kesempatan berharga ini, BAKOSURTANAL sekaligus menyerahkan 2 set Atlas Taktual Nasional Indonesia tema wilayah administrasi kepada siswa tunanetra mewakili kedua SLB tersebut. Atlas tersebut diharapkan dapat digunakan siswa dan guru tunanetra untuk memahami wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peta yang berbasis informasi keruangan berperan untuk mengenalkan sumberdaya kepada publik. Bagi warga negara yang mempunyai penglihatan normal (awas), membaca peta bertema keberadaan sumberdaya alam tentu relatif lebih mudah dibanding warga negara yang mempunyai penglihatan rendah (low vision) maupun buta total. Bagi tunanetra yang mengandalkan indera peraba untuk memperoleh informasi, diperlukan media khusus untuk mengenal keberadaan sumberdaya alam. Peta taktual (raba) dikombinasikan dengan huruf braille dapat menjadi solusi bagi warga negara berkebutuhan khusus ini untuk mengenal sumberdaya alam Indonesia.

Kekayaan sumberdaya alam di nusantara cukup melimpah, terdiri dari sumberdaya biotik maupun abiotik. Keberadaannya sangat vital untuk mendukung kesejahteraan warga negara Indonesia. Untuk itu, kita wajib bersyukur  kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan sumberdaya alam yang terbentang dari Aceh sampai Papua. Pengenalan terhadap keberadaan sumberdaya alam nusantara bagi setiap warga negara cukup penting untuk menambah rasa syukur.

Sebagai informasi, tahun 2010 telah terbangun peta taktual tema wilayah Indonesia dan tahun 2011 terbangun peta taktual tema transportasi. Ujicoba kedua tema tersebut telah dilakukan di Sekolah Luar Biasa di Bandung, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Palembang, dan Makassar. Sebagai tindak lanjut pasca ujicoba, produk peta taktual tema wilayah administrasi resmi diluncurkan pada tanggal 17 Oktober 2011.

Oleh: Fakhruddin Mustofa dan Sugeng Murdoko

Minggu, 27 November 2011

Sumberdaya Geologi

Sumberdaya Geologi


http://atlasnasional.bakosurtanal.go.id/images/geologi/geologi%20%282%29.jpg
 












Wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan atau benturan tiga lempeng tektonik yaitu Eurasia , Hindia-Australia dan Pasifik. Benturan tersebut sudah terjadi sejak jutaan tahun yang lalu, yang mengakibatkan adanya pergerakan pulau dan struktur batuan yang beragam. Berbagai jenis dan umur batuan batuan yang bervariasi membuat wilayah Indonesia kaya dengan sumberdaya mineral baik logam, non logam dan energi. Jenis mineral logam seperti emas, tembaga, perak, besi, kromit, timah, dsb. Jenis mineral non logam seperti belerang, batugamping, gambut, dsb. Jenis energi yang banyak tersedia di wilayah Indonesia diantaranya minyak, gas, batubara, dsb. Selain potensi sumberdaya yang cukup banyak tersedia, wilayah Indonesia juga merupakan zona-zona sesar, patahan dan deretan gunung api aktif yang memanjang dari ujung Sumatera sampai ke Maluku.
Jenis Sumberdaya Geologi:


Investor Cina Eksplorasi Pasir Besi Pantai Lumajang
TEMPO Interaktif, Lumajang: Investor Cina dikabarkan hampir menyelesaikan proses ekplorasi pasir besi di kawasan Pantai Selatan Kabupaten Lumajang, tepatnya di wilayah Kecamatan Yosowilangun dan Kunir.
Investor itu disebut-sebut diwakili oleh PT Indo Modern Mining yang berkantor di Jember tersebut mengantongi ijin ekplorasi hingga seluas kurang lebih 8.000 hektare.
Nurul Huda, Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Lumajang kepada Tempo siang ini mengatakan, kalau proses eksplorasi yang meliputi pengkajian dan penelitian terhadap potensi pasir besi tersebut sudah hampir selesai. Ijin ekplorasi selama satu tahun sejak Juli 2008 lalu.
Pada awal Juli mendatang kemungkinan besar ekspolrasi sudah selesai. “Hasil penelitian tersebut nantinya akan diberikan kepada pemerintah,” katanya. Berkaitan dengan cukup atau tidaknya waktu melakukan ekplorasi, pihak investor bisa memperpanjang waktu kalau memamg dipandang masih kurang.
Kalau memang eksplorasi sudah cukup, maka nantinya bisa dilanjutkan ke tahap eksploitasi. “Hanya sebelumnya harus membuat studi kelayakan serta analisa mengenai dampak lingkungan terlebih dulu,” katanya.
Nurul mengatakan, kalau berdasarkan informasi yang diperoleh dari investor, Kabupaten Lumajang mempunyai potensi cadangan pasir besi paling luas di Indonesia. Selain itu rata-rata kadar besinya antara 30 hingga 40 persen.
“Ini informasi yang kami peroleh dari beberapa investor yang telah datang pada kami,” katanya. Terkait dengan kepastian berapa yang akan diinvestasikan, Nurul belum bisa komentar.
Nurul juga mengatakan, kalau saat ini, pihak investor juga tengah mengurusi soal penanaman modal asing. “Diharapkan, pihak investor nanti bisa mendirikan industrinya di Lumajang,” katanya. Seperti diberitakan, saat ini hanya Pasir Semeru saja yang dieksploitasi. Sedangkan untuk pasir besi, beberapa kali selalu gagal menghadirkan investor.
Sumber:
http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/06/09/brk,20090609-180887,id.html
kamis, 11/6/2009, 10:40 AM


Pemboran Dalam Dan Pengukuran Gas Dalam Lapisan Batubara Daerah Tanah Bumbu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

Eko Budi Cahyono
Kelompok Kerja Energi Fosi
Pengukuran kandungan gas dilakukan pada wilayah Desa Sungai Danau, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Pengukuran kandungan gas ini dimaksudkan untuk mengetahui akan adanya komposisi dan kuantitas kandungan gas yang ada pada sampel inti bor batubara dan pada seluruh seam batubara berdasarkan luas daerah pengaruh di wilayah penyelidikan. Hasil pengukuran kandungan gas ini selain untuk mengetahui akan kandungan gas batubara di wilayah tersebut, dapat digunakan sebagai acuan atau referensi pentingnya kandungan gas dalam hubungannya dalam masalah keselamatan tambang, khususnya untuk tambang dalam, dan secara umum sebagai dampak akan adanya pengaruh gas yang keluar terhadap lingkungan sekitar tambang. Tujuan lainnya dari pengukuran dan analisa kandungan gas ini adalah mencari seberapa besar sumber daya gas yang ada di dalam lapisan batubara sebagi potensi energi yang dapat dijadikan sebagai salah satu energi yang cukup potensial untuk dimanfaatkan bagi negara.
Secara umum batubara geologi daerah penyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Pasir, dimana terdiri dari Formasi Warukin, Berai, Tanjung, dan Batuan Pra-Tersier. Dan Formasi Warukin dan  Tanjung merupakan formasi pembawa batubara. Terdapat singkapan batubara sebanyak 21 buah yang tersebar pada beberapa Formasi Warukin dan Tanjung dengan kemiringan rata-rata sekitar 25O. Dari pemboran diperoleh 12 seam batubara dimana ada tiga seam yan mempunyai ketebalan lebih besar dari 1 meter, yaitu Seam E dengan ketebalan 0,96 m, Seam I dengan ketebalan 2,27 meter dan Seam J dengan ketebalan 5,05 meter
Diperoleh total sumberdaya batubara untuk tambang dalam sebesar 107.364.977 ton dan sumberdaya batubara untuk pengembangan kandungan gas sebesar 112.733.226 ton. Kemudian sumberdaya kandungan gas batubara diperoleh sebesar 5,164,389,763 Cuft.  Secara komposisi, diperoleh gas O2 sebesar 519.715.517 cuft, N2 diperoleh sebesar 3.149.305.937 cuft, CH4 diperoleh sebesar 402.255.325 cuft dan CO2 diperoleh sebesar1.361.567cuft.

Senin, 27 Juni 2011

longsor



ABSTRAK

Erosi adalah suatu proses di mana tanah dihancurkan  dan kemudian dipindahkan oleh kekuatan air, angin atau gravitasi bumi ketempat lain. Proses terjadinya erosi berawal dari hancurnya tanah oleh curah hujan dan aliran permukaan, setelah tanah hancur maka lapisan atas tersebut diangkut oleh ke tempat lain. Sedangkan longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi longsor itu diantaranya sudut lereng, pelapukan dan iklim, kandungan air, vegetasi, overloading, geologi dan kesetabilan lereng.
Hujan deras yang mengguyur wilayah Kabupaten Ciamis Jumat 13-8-2010 malam tak hanya mengakibatkan musibah banjir. Hujan deras ini juga mengakibatkan bencana tanah longsor di wilayah tersebut. Sedikitnya ada sepuluh tebing dengan ketinggian sekitar 20 meter yang longsor akibat guyuran hujan tersebut.
Jalur alternatif yang menghubungkan antara Kota Banjar dengan daerah Tasikmalaya lewat Cimaragas-Cidolog, Kab. Ciamis, Sabtu 14-8-2010 dini hari terputus, akibat bukit Cikupa, Desa Rakyabaya, Kec. Cimaragas, Kabupaten Ciamis, longsor menutup badan jalan sepanjang kurang lebih 50 meter. Timbunan longsor  berupa tanah merah dan bebatuan.







BAB I
PENDAHULUAN

                 Bencana alam adalah bencana yang terjadi karena alam itu sendiri dapat berupa banjir, tanah longsor, gempa bumi dan lainya, namun bencana alam tidak lepas dari apa yang dilakukan oleh manusia. Pada awalnya bencana alam sebenarnya banyak yang diawali oleh tangan-tangan manusia yang dapat mennganggu kesimbangan alam diantaranya seperti longsor . Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut.
                 Kecamatan Cimaragas merupakan daerah yang keadaan geografisnya berbukit-bukit khususnya daerah sebelah selatan dan sebelah utara yang adanya suatau sungai atau dataran rendah. Kondisi lereng yang terjal atau tingkat kemiringan yang sangat curam menyebabkan mudahnya tanah tererosi ditambah penebangan tanaman juga bisa menjadi salahsatunya. Faktor penutup tanah sangat penting di daerah curam karena sebagai penyerap air dan agar tanah tidak langsung terkikis oleh air hujan utamanya.
                 Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa bahayanya bencana alam longsor dan pentingnya menjaga tanaman di bagian lereng yang terjal. Semoga kita semua dapat memelihara alam ini agar alam selalu menjadi sahabat bukan menjadi musuh yang ditakuti.



BAB II
PEMBAHASAN

Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis merupakan kecamatan yang terletak sebelah sebelah selatan Ciamis yakni kecamatan yang diampit oleh dua kabupaten atau kota yang berbeda dari sebelah timur langsung berbatasan dengan kota Banjar dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan ada ciri khas lagi bahwa di sebelah utara dan di sebelah selatan dibatasi dengan sungai, di sebelah utara dibatasi dengan Sungai Citanduy dan sebelah selatan dibatasi dengan Sungai Cikembang.
Hujan deras yang mengguyur wilayah Kabupaten Ciamis Jumat 13-8-2010 malam tak hanya mengakibatkan musibah banjir. Hujan deras ini juga mengakibatkan bencana tanah longsor di wilayah tersebut. Sedikitnya ada sepuluh tebing dengan ketinggian sekitar 20 meter yang longsor akibat guyuran hujan tersebut.
Tebing yang longsor tersebut berada di sepanjang jalur Cimaragas-Cidolog Kabupaten Ciamis. Akibat tertimbumnya tanah langsor, jalan penghubung antara kedua kecamatan tersebut, termasuk akses dari Kabupaten Ciamis menuju Kota Banjar terputus. Titik-titik longsor paling paling parah berada di Dusun Cikupa, Desa Rakasabaya, dan Kecamatan Cimaragas. Di titik ini, tebing setinggi 20 meter tertimbung tanah sepanjang lebih dari 50 meter,
Jalur alternatif yang menghubungkan antara Kota Banjar dengan daerah Tasikmalaya lewat Cimaragas-Cidolog, Kabupaten Ciamis, Sabtu 14-8-2010 dini hari terputus, akibat bukit Cikupa, Desa Rakyabaya, Kec. Cimaragas, Kabupaten Ciamis, longsor menutup badan jalan sepanjang kurang lebih 50 meter. Timbunan longsor diperkirakan lebih dari 10 meter, berupa tanah merah dan bebatuan.
Setelah mendapat tinjauan dari aparat pemerintah Kabupaten Ciamis diantaranya Komandan Kodim Ciamis Letkol Czi Dodi Kuswandi, pihaknya sudah meminta kepada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kab. Ciamis dan Badan Penaggulangan Bencana Kab. Ciamis, maka datanglah bantuan berupa alat berat untuk ke lokasi kejadian. Tujuannya untuk menyingkirkan timbunan longsor yang menutup badan sepanjang 50 meter dengan lebar enam meter. Pelaksanaan pengerjaan normalisasi material longsoran dapat diselesaikan dengan setengah hari sehingga dapat melancarkan lalu lintas kendaraan.
Jalur yang longsor tersebut, merupakan jalur alernatif Kota Banjar–Tasikmalaya lewat Cidolog, lalu ke Cineam, Kabupaten Tasikmalaya. Dari Cineam alur tu masuk ke Kecamatan Manonjaya hingga ke Kota Tasikmalaya. Akibat longsor tersebut, angkutan umum tidak bisa melintas. Diantaranya, angkutan umum dari Kota Banjar ke Cidolog dan juga angkutan umum jurusan Kota Ciamis-Cidolog.

Erosi adalah suatu proses di mana tanah dihancurkan  dan kemudian dipindahkan oleh kekuatan air, angin atau gravitasi bumi ketempat lain. Di Indonesia, erosi yang banyak terjadi adalah erosi yang prosesnya disebabkan oleh air. Erosi dapat menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini terjadi karena lapisa paling atas yang banyak mengandung unsur hara terangkut oleh air, apabila ini terjadi maka akan menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Proses terjadinya erosi berawal dari hancurnya tanah oleh curah hujan dan aliran permukaan, setelah tanah hancur maka lapisan atas tersebut diangkut oleh ke tempat lain. Faktor dominan penyebab terjadinya terjadinya erosi adalah karena gundulnya permukaan tanah, tetapi besarnya curah hujan dan derasnya aliran permukaan juga ikut mempengaruhi proses terjadinya erosi tersebut..
Gerakan massa tanah atau bisa disebut tanah longsor, bencana alam ini sering melanda daerah perbukitan didaerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh longsor tidak hanya merusakan secara langsung, seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian dan korban mausia, tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktivitas ekonomi didaerah bencana.
Kebanyakan longsoran lereng terjadi sesudah hujan lebat atau hujan yang berkepanjangan. Para ahli menyimpulkan adanya hubungan antara hujan tahunan dan frekuensi longsoran. Jika curah hujan semakin banyak tanah longsor terjadi dimana-mana. Disamping itu, terdapat pula hubungan antara curah hujan lebat dan kecepatan longsoran massa tanah.
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut.
Faktor-faktor penyebab longsor
Ketika gaya gravitasi lebih besar dari resistensi lereng untuk bertahan, maka terjadilah longsor. Gaya penahan (resisting forces) yang membantu mengontrol kestabilan lereng meliputi kekuatan (strength) dan kohesi (cohession) material lereng, friksi antar butiran dan pendukung eksternal lereng lain. Faktor-faktor kolektif ini disebut sebagai shear strength
Berlawanan dengan shear strength adalah gaya gravitasi. Gravitasi diberikan secara vertikal, namun memiliki komponen yang paralel terhadap lereng, dan inilah sesungguhnya yang membuat ketidakstabilan (lihat gambar.1). Sudut lereng yang besar memberikan komponen gravitasi yang bekerja menjadi lebih besar pula sehingga berbahaya dan dapat menyebabkan longsor. Sudut kecuraman lereng yang mampu mengontrol dan meniadakan keruntuhan disebut sebagai angle of repose. Pada sudut ini, gaya penahan mampu melakukan perlawanan terhadap gaya gravitasi. Untuk material yang tidak terkonsolidasi, angle of repose berkisar antara 25O – 40O. Untuk lereng yang lebih curam dari 40O biasanya pada batuan padat yang tidak mengalami pelapukan.

Semua lereng berada pada kondisi kesetimbangan dinamik (dynamic equilibrium) artinya bahwa lereng selalu menyesuaikan kesetimbangan terhadap kondisi terbaru. Ketika kita mendirikan bangunan dan jalan di daerah perbukitan, maka kesetimbangan lereng akan terjadi. Lereng kemudian melakukan penyesuaian yang mungkin saja menyebabkan terjadinya longsor untuk membentuk kondisi yang baru. Banyak faktor yang dapat menyebabkan longsor, yaitu perubahan tingkat kelerengan (slope gradient), pelemahan material lereng karena pelapukan (weathering), meningkatnya kandungan air (water content), perubahan pada vegetasi penutup lereng dan kelebihan pembebanan (overloading).
SUDUT LERENG
Sudut lereng dapat menjadi penyebab utama longsor. Umumnya, lereng yang curam akan kurang stabil karenanya lereng yang curam akan memiliki kemungkinan longsor dibanding lereng yang landai. Sejumlah proses dapat menyebabkan lereng menjadi lebih terjal (oversteepen). Salah satu disebabkan oleh pemotongan pada bagian dasar lereng oleh aktivitas sungai atau aksi gelombang. Hal ini akan memindahkan dasar lereng (slope’s base) dan meningkatkan sudut lereng. Aksi gelombang, terutama selama badai seringkali menghasilkan longsor sepanjang tepi pantai atau danau yang besar

PELAPUKAN DAN IKLIM
Longsor lebih sering terjadi pada material lereng yang lepas-lepas atau tidak terkonsolidasi dibandingkan dengan lapisan batuan dasar padat (solid bedrock). Segera setelah batuan padat tersingkap di permukaan bumi, pelapukan mulai memecah (disintegrate) dan mengubah komposisi (decompose) batuan. Dengan demikian, terjadi pengurangan shear strength dan peningkatan kerentanan (susceptibility) terhadap longsor. Semakin dalam zona pelapukan yang terbentuk, maka semakin besar kemungkinan terjadinya beberapa tipe longsor. Di daerah tropis, temperatur tinggi menyebabkan hujan sering terjadi sehingga menyebabkan pelapukan meluas hingga kedalaman beberapa puluh meter dan longsor yang berlangsung cepat biasanya terjadi pada zona pelapukan yang dalam.
 


KANDUNGAN AIR
Jumlah air di dalam batuan dan tanah mempengaruhi kestabilan lereng. Kuantitas air yang besar dari pencairan salju meningkatkan kemungkinan kerentanan lereng. Penambahan berat sejalan dengan penambahan air sudah cukup untuk menyebabkan longsor. Selanjutnya perkolasi air sepanjang material lereng membantu untuk mengurangi friksi antar butiran sehingga menunjukkan kehilangan kohesi. Contoh, lereng berkomposisi lempung kering akan cukup stabil, tetapi ketika basah maka dengan cepat akan kehilangan kohesivitas dan friksi internal sehingga menjadi sebab ketidakstabilan lereng.

VEGETASI
Vegetasi berpengaruh terhadap kestabilan lereng. Air yang terserap dari turunnya hujan membuat vegetasi berperan dalam menjaga kejenuhan air (water saturation) pada material lereng yang jika hal sebaliknya terjadi maka akan kehilangan shear strength. Sistem akar tanaman juga menjaga kestabilan lereng dengan jalan mengikat partikel tanah bersama-sama dan mengikat tanah dengan batuan dasar. Rusaknya vegetasi karena aktivitas alam atau manusia menjadi penyebab longsor. Hujan yang deras menyebabkan tanah menjadi jenuh sehingga longsor besar dapat terjadi. Beberapa perbukitan di Selandia Baru sering terjadi longsor karena tanaman dengan akar yang dalam diganti dengan rerumputan yang mempunyai akar dangkal. Ketika hujan tiba, akar ini tidak mampu menahan lereng sehingga terjadi longsor.

OVERLOADING
Overloading (pembebanan berlebih) hampir selalu disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penimbunan, pengisian dan penumpukan material. Dibawah kondisi alamiah, beban material disangga oleh kontak antar butir (grain-to-grain contact) sehingga menjaga kestabilan lereng. Penambahan beban yang disebabkan karena peningkatan tekanan air didalam material akan menurunkan shear strength lereng karena itulah terjadi pelemahan material lereng.

GEOLOGI DAN KESTABILAN LERENG
Hubungan antara topografi dan geologi suatu daerah sangatlah penting dalam menentukan kestabilan lereng. Jika batuan memiliki kemiringan kedudukan yang paralel dengan kelerengan, maka kemungkinan longsor lebih besar dari lereng dengan kedudukan batuan yang horizontal atau berlawanan arah terhadap kelerengan. Ketika kemiringan batuan searah dengan lereng, air mengalami perkolasi sepanjang bidang-bidang perlapisan sehingga menyebabkan menurunnya kohesivitas dan friksi antara satuan batuan yang berdampingan (lihat gambar 4a). Pada keadaan tertentu bila hadir lapisan batulempung, maka batuan ini dapat menjadi bidang gelincir ketika kondisinya basah. Walaupun batuan mempunyai kedudukan horizontal atau miring berlawanan dengan kelerengan, dapat saja rekahan memiliki arah yang sama dengan kelerengan. Air akan dapat bermigrasi melaluinya kemudian melapukkan dan memperbesar bukaan hingga beban berat dari lapisan diatasnya tidak sanggup lagi untuk ditahan dan terjadi longsor (lihar gambar 4a.).

Jenis- Jenis Tanah Longsor Berdasrkan Gerakanya
1.      Rayapan
Adalah gerakan masa tanah atau batuan, bergerak dengan kecepatan lambat, kurang dari 1 meter/tahun. Terjadi pada lereng yang landai (kemiringan 10-20 derajat).
2.      Luncuran
Sering terjadi pada lereng kemiringan 20-40 derajat kecepatan dapat mencapai 25 meter/menit
3.      Jatuhan
Sejumlah besar batuan atau materi lainya bergerak kebawah dg cara jatuh. Kondisi ini umum terjadi sepanjang jalan dan pematang atau tebing yang curam kemiringan lebih dari 40 derajat
4.      Aliran
Campuran tanah, batuan dan air yang membentuk suatu cairan kenta. Aliran pada mulanya adalah endapan longsoran dalam suatu lembah, kemudian karena kemiringan ia meluncur dan berkembang sebagai masa pekat yang menuruni lereng.

Dililhat dari penjelasan-penjelasan tentang erosi dan longsor diatas juga dikaitkan dengan apa yang terjadi di daerah Dusun Cikupa, Desa Raksabaya, Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis merupakan keterkaitang yang sangat masuk akal karena hujan yang mengguyur kecamatan cimaragas pada malam sebelum terjadinya longsong berpengaruh sangat tinggi namun selain itu hal-hal yang terkaitnya adalah penutup vegetasi disana juga kurang karena ada penebangan-penebangan beberapa pohon jadi pohon yang tersisa tidak kuat untuk menahan banyaknya air yang mengalir kesana dan terakhir jelas bahwa kemiringan lereng sangat berpengaruh juga. Lereng yang terjadi longsor memang culup terjal.
Dampak dari terputusnya jalur jalan Cidolog Cimaragas Ciamis atau sebaliknya yang saya langsung lihat adalah angkutan semua kendaraan baik roda dua maupun roda empat terputus total termasuk angkutan umum pedesaan  015 yang bertrayek Ciamis-Cidolog lewat Cimaragas yang harusnya sampai ke Cidolog hanya sampai ke kampung Cikupa jadi sangat amat terganggu segala aktivitas masyarakat termasuk para siswa sekolah dari daerah Cidolog yang bersekolah di Cimaragas, Ciamis, atau Banjar tidak bisa melintas areal longsor juga perekonomian dari Kota Banjar atau Ciamis ke Kecamatan Cidolog, walaupun ada jalan alternatif ke daerah lain namun memakan waktu yang lama ini sangat menghawatirkan.
Sebenarnya jalur Ciamis-Cidolog bukan saja satu kali longsor dan bukan juga satu titik ada banyak rawan longsor. Namun longsor yang terakhir itu sudah ada angutan kota 015 jadi informasi ke Ciamis juga cepet sampai.
MITIGASI BENCANA LONGSOR
Cara yang dapat diambil sebagai resiko mengurangi bencana longsor adalah :
1.      Survey dan pemetaan kawasan yang rentan
2.      Pemasangan rambu-rambu
3.      Peraturan tataguna lahan
4.      Penghijauan
5.      Perbaikan sarana
6.      Pendidikan masyarakat
7.      Pemanfaatan dan peringatan
Dari sumber lain tentang mitigasi bencana longsor dilaikuan dengan tiga tahap yaitu pencegahan, bencana dan pascabencana.
1.      Tahap Pencegahan
-          Penyuluhan, pencegahan dan penanggulangan bencna tanah longsor terhadap masyarakat.
-          Pemetaan dan pemantauan daerah rawan longsor.
-          Menghindari mendirikan bangunan di tepi sungai dan tebing yang terjal
-          Pengambangan sitem peringatan dini terhadap masyarakat tentang rawan bencana.
-          Penebangan pohon dilakukan dengan system tebang pilih
2.      Tahap Bencana
-          Menyelamatkan korban ketempat yang lebih aman
-          Mendirikan dapur umum, pos-pos kesehatan dan menyediakan air bersih.
-          Mencegah berjangkitnya wabah penyakit.
3.      Tahap Pascabencan
-          Mengembalikan fungsi hutan lindung seperti semula yaitu dengan reboisasi
-          Normalisasi area penyebab longsor
-          Rehabilitas sarana dan prasarana yang rusak

Dari poin-poin diatas yang disebutkan yang bisa menanggulangi longsor yaitu penghijauan walaupun disepanjang jalan masih hijau namun di tebing-tebing yang curam lah yang perlu banyak penghijauan.



BAB III
SIMPULAN

Sebagai mana telah di paparkan penulis dapat menarik kesimpulan bahwa bencana alam seperti longsor tidak akan terjadi apabila kita menjaga lingkungan kita sendiri dan kita mau merawatnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi longsor itu diantaranya sudut lereng, pelapukan dan iklim, kandungan air, vegetasi, overloading, geologi dan kesetabilan lereng. Hal ini juga merupakan sifat yang menentukan didalam longsor di kecamatan cimaragas tersebut yaitu longsor terjadi karena hujan yang deras mengguyur daerah itu.
Cara yang dapat diambil sebagai resiko mengurangi bencana longsor adalah :
1.      Survey dan pemetaan kawasan yang rentan
2.      Pemasangan rambu-rambu
3.      Peraturan tataguna lahan
4.      Penghijauan
5.      Perbaikan sarana
6.      Pendidikan masyarakat
7.      Pemanfaatan dan peringatan


           





DAFTAR PUSTAKA

Hartati, Sri. 2007. Seni Panduan Belajar dan Evaluasi IPS.  Jakarta : PT Gramedia    Widiasarana.
Ruwanto, Bambang. 2008. Tanah Longsor. Yogyakarta : KANISIUS
Sugara, Isda.2007 GEOGRAFI untuk SMA dan MA Kelas X . Jakarta : Piranti     Piranti Darma Kalokatama.
Syhab, Usman. 2008. MENCERDASI BENCANA. Jakarta : PT Gramedia    Widiasarana.
pikiran-rakyat.com